PangkalpinangBabelwow.com – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Bangka Belitung menggelar Rapat Kerja Cabang (Rakercab) perdana tahun 2025 di Aston Emidary Bangka Hotel & Conference Center, Senin (25/8/2025).
Rakercab yang mengusung tema *“Menuju Kelapa Sawit Berkelanjutan melalui Peningkatan Pola Kemitraan serta Memperkuat Sinergi Tata Kelola Sawit”* ini menjadi momentum strategis bagi dunia usaha sawit di Babel. Tak sekadar forum rutin, acara ini dihadiri 43 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Babel, termasuk PT Sawindo Kencana, PT Putra Bangka Mandiri, PT Bumi Permai Lestari, PT Tata Hamparan Eka Persada, PT Rebinmas Jaya dan perusahaan lainnya.
Hadir pula Ketua Umum Gapki Eddy Martono, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Satria, Ketua Gapki Babel Datuk Dr. Ramli Sutanagara, serta Sekretaris Gapki Babel Purnomo. Kehadiran mereka memperkuat posisi Rakercab sebagai ajang evaluasi, konsolidasi, sekaligus perumusan langkah nyata industri sawit di daerah.
*Tantangan Produktivitas dan Konsumsi*
Dalam wawancara dengan jejaring media KBO Babel, Ketua Umum Gapki Eddy Martono menekankan bahwa forum ini harus dimanfaatkan untuk membahas solusi konkret atas stagnasi produktivitas sawit yang tidak sebanding dengan peningkatan konsumsi.

“Produksi kita stagnan, sementara konsumsi terus naik. Indonesia memang produsen terbesar, tapi juga konsumen terbesar minyak sawit dunia. Maka perlu langkah bersama untuk meningkatkan produktivitas, termasuk di Babel,” ujarnya.
Eddy menambahkan, industri sawit Babel juga perlu menata hubungan sosial dan tata kelola kawasan perkebunan dengan melibatkan pemerintah.
Menurutnya, hanya dengan koordinasi erat, perusahaan bisa menempatkan diri sebagai mitra strategis pembangunan daerah.
*Perizinan dan Klarifikasi Kawasan*
Isu legalitas lahan juga mendapat sorotan. Eddy menekankan pentingnya perusahaan melakukan verifikasi izin, terutama terkait lahan yang berada di kawasan hutan.
Ia mencontohkan, data awal yang menyebutkan 200 ribu hektare sawit di kawasan hutan ternyata meleset jauh.
“Hasil verifikasi menunjukkan hanya sekitar 40 ribu hektare, dan itu pun belum tentu semuanya masuk kategori kawasan hutan. Jadi klarifikasi ini penting agar tidak menimbulkan persepsi keliru,” tegasnya.
*Sinergi Lintas Sektor*
Ketua Gapki Babel, Datuk Dr. Ramli Sutanagara, menambahkan bahwa kompleksitas persoalan sawit, mulai dari isu lingkungan, tata kelola, hingga kampanye negatif di pasar global, harus dijawab dengan sinergi lintas sektor.
“Kami ingin perusahaan sawit di Babel terus membuka ruang dialog dengan masyarakat, agar manfaat ekonomi bisa dirasakan lebih merata. Industri sawit tetap harus menjadi penopang utama perekonomian daerah, tapi berlandaskan keberlanjutan,” ujarnya.
Rakercab juga menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, mulai dari peningkatan produktivitas berbasis teknologi, penguatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), hingga strategi menghadapi isu negatif sawit di dunia internasional.
Dengan semangat kolaborasi, Rakercab I Gapki Babel 2025 diharapkan menjadi tonggak penting bagi tata kelola sawit berkelanjutan di Bangka Belitung.
Harapannya, industri ini tidak hanya menjaga posisi Babel di peta ekonomi nasional, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas. (KBO Babel)