BabelWow.com, Jakarta – Kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung mengguncang publik. Pelaku, berinisial PAP (31), telah ditangkap dan dijatuhi sanksi berat dari berbagai pihak. Berikut adalah fakta lengkap mengenai kasus ini, berdasarkan informasi yang dirilis oleh pihak kepolisian dan instansi terkait. Kamis (10/4/2025)
Kronologi Kejadian
Kejadian bermula pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Korban berinisial FA sedang menjaga ayahnya yang dirawat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSHS. Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan, tersangka PAP meminta FA untuk melakukan pengecekan atau transfusi darah.
Tersangka selanjutnya membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.
“(Tersangka) meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya,” ujar Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Rabu (9/4).
Setibanya di lantai 7, tersangka menginstruksikan FA untuk berganti pakaian dengan menggunakan baju operasi. Dalam situasi ini, tersangka kemudian membius korban melalui suntikan hingga korban tidak sadarkan diri.
FA tersadar sekitar pukul 04.00 WIB dan kembali ke IGD. Namun, saat hendak buang air kecil, ia merasakan sakit pada alat vitalnya. Merasa ada kejanggalan, FA menceritakan kejadian yang dialaminya kepada ibunya. Keluarga korban kemudian memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Penangkapan dan Temuan Polisi
Penyelidikan dilakukan hingga akhirnya polisi berhasil menangkap PAP pada 23 Maret 2025. Direktur Reskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengungkapkan bahwa tindakan pemerkosaan dilakukan di sebuah ruangan yang belum digunakan di Gedung MCHC RSHS.
“Itu ruangan baru. Mereka (pihak RSHS) rencananya untuk operasi khusus perempuan. Jadi, itu belum pakai,” jelas Surawan.
Untuk memperkuat bukti, polisi akan melakukan uji DNA.
“Akan dilakukan uji di DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu sesuai DNA sperma,” tambah Surawan.
Upaya Bunuh Diri oleh Tersangka
Beberapa hari sebelum ditangkap, tersangka PAP sempat mencoba mengakhiri hidupnya. Surawan menjelaskan bahwa pelaku mencoba memotong urat nadi di pergelangan tangannya.
“Pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” ungkapnya.
Penahanan dan Proses Hukum
Tersangka saat ini telah ditahan sejak 23 Maret 2025. PAP dijerat Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
“Sudah ditahan pada tanggal 23 Maret,” kata Surawan.
Sanksi dari Universitas Padjadjaran
Universitas Padjadjaran (Unpad) juga mengambil langkah tegas dengan memberhentikan tersangka PAP dari program PPDS. Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Yudi Hidayat, menjelaskan bahwa PAP bukan merupakan karyawan RSHS, melainkan seorang residen yang dititipkan di rumah sakit tersebut.
“Terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” ungkap Yudi dalam keterangan persnya, Rabu (9/4).
Yudi menambahkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PAP mencoreng dunia kedokteran dan pelayanan kesehatan.
“Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik,” tegasnya.
Sanksi dari Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga memberikan sanksi berat kepada tersangka PAP. Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, menjelaskan bahwa tersangka dilarang melanjutkan residen di RSHS maupun di tempat lain seumur hidup.
“Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad,” kata Azhar dalam keterangannya, seperti dilansir Antara, Rabu (9/4).
“Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,” imbuhnya.
Reaksi Publik
Kasus ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, baik masyarakat umum maupun institusi terkait. Tindakan yang dilakukan oleh PAP dinilai mencoreng profesi dokter dan merusak kepercayaan terhadap fasilitas kesehatan.
Masyarakat kini menunggu hasil pemeriksaan uji DNA yang diharapkan dapat memperkuat bukti terhadap tersangka. Dengan penanganan yang transparan dan adil, kasus ini diharapkan memberikan efek jera serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya keamanan di lingkungan pelayanan kesehatan. (Sumber: CNN Indonesia, Editor: KBO-Babel)