KPK Tanggapi Sentilan PDIP soal Hakim Djuyamto dan Kasus Praperadilan Hasto Kristiyanto

Hukum Politik
Advertisements
Advertisements

BABELWOW.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Guntur Romli, yang menyinggung hakim Djuyamto. Hakim tersebut sebelumnya menangani sidang praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan kini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO). KPK menegaskan bahwa mereka selalu bertindak sesuai hukum dan belum pernah mendengar adanya intervensi dalam persidangan tersebut. Senin (14/4/2025)

“KPK selalu bertindak dalam kerangka hukum, termasuk dalam proses persidangan praperadilan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, ketika dikonfirmasi pada Senin (14/4/2025).

Tessa menjelaskan bahwa tim biro hukum KPK dalam persidangan praperadilan selalu mengajukan bukti yang relevan dan bertindak sesuai prosedur. Ia menegaskan bahwa KPK tidak pernah menemukan indikasi adanya intervensi dalam persidangan praperadilan yang melibatkan Hasto.

“KPK tidak pernah mendengar adanya proses intervensi dalam persidangan praperadilan pertama Saudara HK (Hasto Kristiyanto). Bila ada, tentu akan menjadi permasalahan yang mencuat setidaknya pasca-putusan tersebut dibuat,” ungkap Tessa.

“Namun, sampai dengan gugatan praperadilan kedua diajukan, tidak pernah diketahui adanya intervensi dalam proses pengambilan putusan praperadilan pertama,” tambahnya.

Jika memang terdapat kekhawatiran akan adanya intervensi, KPK mendorong pihak-pihak terkait untuk menyertakan bukti pendukung dan melaporkannya kepada aparat penegak hukum (APH).

“KPK mendorong pihak-pihak yang memiliki alat bukti tersebut untuk dapat melaporkan kepada APH agar wibawa peradilan di Indonesia dapat dikembalikan sesuai marwahnya bila memang benar ditemukan adanya intervensi,” tegas Tessa.

Kritik Guntur Romli

Sebelumnya, Guntur Romli menyinggung keterlibatan hakim Djuyamto, yang menjadi salah satu tersangka penerima suap dalam kasus korupsi ekspor CPO. Djuyamto diketahui sebelumnya pernah menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Dalam pernyataannya pada Senin (14/4), Guntur menyebut adanya dugaan jaringan pengurusan perkara di pengadilan yang melibatkan Djuyamto bersama Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, serta seorang hakim Mahkamah Agung (MA) berinisial Y.

“Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka pada 18 Maret 2025 di sebuah acara televisi dan melalui akun X saya, @GunRomli, jauh sebelum Djuyamto ditangkap bersama Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Saya juga memperoleh informasi bahwa Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta, dan hakim MA berinisial Y ini memiliki jaringan pengurusan perkara di pengadilan,” ujar Guntur.

Ia mengaku prihatin dengan integritas lembaga peradilan, terutama dalam kasus Djuyamto, yang menurutnya bisa berdampak pada persidangan Hasto Kristiyanto.

“Kami sendiri cemas melihat integritas hakim dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus yang dipaksakan dan tuduhan yang didaur-ulang,” ungkap Guntur.

Tuduhan terhadap Hasto

Guntur menyoroti bahwa Hasto bukanlah pejabat publik atau negara, sehingga menurutnya, kasus tersebut tidak melibatkan kerugian negara. Ia juga mengkritik jumlah uang yang dituduhkan KPK, yakni Rp 600 juta, yang berada di bawah ambang batas Rp 1 miliar yang seharusnya menjadi fokus KPK.

“Mas Hasto bukan pejabat publik/negara, dan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Jumlah uang yang dituduhkan oleh KPK sejumlah Rp 600 juta dalam perkara ini jauh di bawah suap yang diterima Djuyamto, dan aturan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas Rp 1 miliar. Uang itu pun dari Harun Masiku, bukan dari Mas Hasto,” jelas Guntur.

Guntur menegaskan bahwa kasus yang dihadapi Hasto adalah bentuk kriminalisasi dan politisasi. Ia juga menuduh adanya “tangan-tangan tersembunyi” di lembaga peradilan yang mencoba memengaruhi kasus tersebut.

“Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini bentuk nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus yang sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui ‘tangan-tangan tersembunyi’ di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto. Apalagi hakim MA berinisial Y itu masih bebas berkeliaran yang dikhawatirkan akan melakukan intervensi kembali pada kasus pengadilan Mas Hasto yang sedang berlangsung ini,” tutup Guntur. (Sumber: Detikcom, Editor: KBO-Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *