Bangka Tengah(Babelwow.Com), – Aktivitas penambangan timah ilegal menggunakan alat berat excavator merek Hitachi terlihat di kawasan yang tidak jauh dari jalan raya Simpang Katis, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung pada 27 Desember 2024. Aktivitas ini memicu kekhawatiran karena lokasinya yang sangat dekat dengan hutan konservasi Gunung Mangkol, serta dugaan adanya keterlibatan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dalam kegiatan ilegal tersebut. Selasa (31/12/2024).
Menurut pantauan di lapangan, excavator berwarna oranye terlihat sedang menggali tanah untuk mempermudah pekerja dalam mengambil butiran timah menggunakan alat berat.
Lokasi penambangan hanya berjarak sekitar 50 meter dari jalan raya dan terletak di kebun sawit yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan konservasi.
Untuk menutupi aktivitas tersebut dari perhatian masyarakat, kegiatan penambangan ditutupi dengan terpal hitam sepanjang proses berlangsung.
Salah satu warga sekitar yang ditemui oleh wartawan mengungkapkan bahwa kegiatan penambangan tersebut baru dimulai.
“Lahan yang dikerjakan katanya dibeli oleh mereka,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya. Lebih lanjut, warga tersebut menyebutkan adanya dugaan keterlibatan oknum dari Aparat Penegak Hukum (APH) dalam kegiatan ilegal ini, meskipun belum ada bukti yang dapat diungkapkan secara pasti.
Aktivitas penambangan timah ilegal ini jelas melanggar sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), penambangan timah tanpa izin merupakan tindakan ilegal yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Pasal 158 UU Minerba menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Selain itu, penambangan yang dilakukan di kawasan hutan konservasi jelas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pasal 50 ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan konservasi dapat dikenakan sanksi pidana, dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Lebih parahnya lagi, jika terbukti ada oknum APH yang terlibat dalam penambangan ilegal ini, maka hal ini akan menjadi sebuah pelanggaran yang sangat serius.
Oknum aparat yang terlibat dalam kegiatan ilegal dapat dikenakan sanksi disiplin hingga pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 55 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan bahwa pejabat negara yang terlibat dalam tindakan ilegal dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana.
Jejaring media yang terlibat dalam investigasi ini terus berupaya mendapatkan tanggapan dari Aparat Penegak Hukum setempat dan Dinas Kehutanan Bangka Belitung terkait aktivitas penambangan ilegal tersebut.
Masyarakat berharap agar kasus ini ditindaklanjuti secara tegas, dengan mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini, termasuk pihak yang memberikan izin untuk menambang di lahan tersebut, serta oknum-oknum yang diduga terlibat dalam proses pengorganisasian dan pengawasan aktivitas penambangan.
Penyelidikan lebih lanjut sangat diperlukan untuk memastikan apakah kegiatan penambangan ini hanya merupakan bagian dari praktik ilegal yang lebih besar yang melibatkan pihak-pihak tertentu, termasuk oknum-oknum yang seharusnya bertugas untuk menegakkan hukum.
Jika terbukti melanggar hukum, pelaku penambangan ilegal dan pihak-pihak yang terlibat harus dikenakan sanksi tegas sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, demi menjaga kelestarian lingkungan dan kepatuhan terhadap regulasi yang ada.
Aktivitas penambangan ilegal seperti ini jelas merugikan negara, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Penambangan timah ilegal, apalagi yang berada di kawasan hutan konservasi, dapat merusak ekosistem dan mencemari sumber daya alam.
Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas terhadap penambangan ilegal harus menjadi prioritas bagi aparat penegak hukum di Bangka Belitung, agar praktik-praktik serupa tidak terus berulang dan merusak masa depan alam serta sumber daya alam yang ada. (Sandy Batman/KBO Babel)