BABELWOW.COM, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid resmi menerbitkan Peraturan Menteri Komdigi yang mengatur pemanfaatan teknologi Embedded Subscriber Identity Module (eSIM). Dalam upaya meningkatkan keamanan data pengguna, Meutya mengimbau masyarakat untuk mulai beralih ke eSIM, terutama bagi pemilik ponsel yang mendukung teknologi tersebut. Sabtu (12/4/2025)
“Per hari ini sudah kita keluarkan Permen 7 tahun 2025, jadi sudah ada payung hukum untuk melakukan eSIM. Kita tahu bahwa belum semua ponsel di Indonesia bisa melakukan itu, tapi bagi yang sudah bisa HP-nya kita dorong untuk melakukan migrasi ke eSIM,” ujar Meutya Hafid saat Sosialisasi Peraturan Menteri tentang eSIM dan Pemutakhiran Data di Jakarta, Jumat (11/4).
Dalam sambutannya, Meutya menegaskan bahwa penerapan eSIM menjadi salah satu solusi untuk menjawab berbagai kritik dan masukan terkait keamanan data di Indonesia. Salah satu masalah yang dapat diatasi dengan teknologi ini adalah penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK), yang sering digunakan sebagai syarat registrasi nomor seluler.
“Maka dengan pendaftaran eSIM, dengan dilengkapi teknologi biometrik ini bisa tereduksi dengan signifikan,” katanya.
Menurutnya, teknologi biometrik yang diterapkan dalam proses registrasi eSIM dapat meminimalkan risiko penggunaan NIK secara ilegal. Penyalahgunaan NIK, seperti satu NIK yang digunakan untuk mendaftarkan ratusan nomor, menjadi salah satu ancaman yang membayangi industri telekomunikasi.
“Kami memantau bahwa ada kadang-kadang satu NIK bisa 100 nomor dan ini rentan digunakan untuk kejahatan-kejahatan. Atau orang yang NIK-nya dicuri untuk melakukan kejahatan. Lalu jadi dia diminta pertanggungjawaban terhadap kejahatan yang bukan dilakukan olehnya,” jelas Meutya.
Dengan teknologi eSIM, pengguna dapat menikmati keamanan lebih baik dalam melindungi data pribadi dari ancaman scam dan phishing. Selain itu, registrasi menggunakan biometrik akan mencegah penggunaan NIK yang tidak sah.
“Ini adalah untuk pengamanan data yang lebih baik, security yang lebih baik untuk melawan scam, untuk melawan phishing, kemudian juga ketika registrasi dengan biometrik ini juga bisa menghindari NIK-NIK yang saat ini banyak digunakan atau banyak laporan bahwa digunakan oleh orang lain,” ujarnya.
Meutya mengungkapkan bahwa pemanfaatan eSIM adalah keniscayaan, mengingat perangkat yang mendukung teknologi ini secara global diperkirakan akan mencapai 3,4 miliar unit pada tahun 2025. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa migrasi ke eSIM tidak bersifat wajib.
Namun, ia berharap insentif berupa keamanan data yang lebih baik dan kemudahan dalam registrasi dapat mendorong masyarakat untuk beralih ke eSIM secara sukarela.
Meski mengimbau masyarakat untuk migrasi ke eSIM, Meutya tidak menjadikannya sebagai kewajiban.
Untuk memperkuat implementasi eSIM, Kementerian Komunikasi dan Digital juga akan merevisi aturan lama yang mengatur pemanfaatan NIK untuk registrasi nomor seluler. Peraturan yang saat ini berlaku, yakni Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021, akan diperbarui untuk menyesuaikan nomenklatur kementerian yang baru sekaligus menegaskan aturan batas penggunaan NIK.
“Dalam waktu dekat, kita juga akan menerapkan permen lanjutan untuk memperbarui Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 yang meminta pada dasarnya pemutakhiran data oleh operator seluler untuk bisa memastikan bahwa untuk satu NIK sesuai dengan semangat dari Permenkominfo sebelumnya dibatasi satu NIK itu tiga nomor per operator,” jelas Meutya.
Langkah ini diambil untuk mencegah penyalahgunaan data yang sering kali menjadi masalah utama dalam sektor telekomunikasi. Meutya menginstruksikan timnya agar revisi aturan ini dapat diselesaikan dalam waktu dua pekan mendatang.
“Karena kami memantau bahwa ada kadang-kadang satu NIK bisa 100 nomor dan ini rentan digunakan untuk kejahatan-kejahatan,” tegasnya.
Dengan keluarnya aturan baru ini, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem telekomunikasi yang lebih aman dan tertib. Implementasi eSIM dan pembaruan regulasi diharapkan menjadi langkah signifikan dalam melindungi masyarakat dari ancaman penyalahgunaan data. (Sumber: Detik, Editor: KBO-Babel)