Jakarta|Babelwow.com — Upaya mencari keadilan terus ditempuh dr. Ratna Setia Asih, Sp.A. Dokter spesialis anak tersebut menggugat secara perdata sejumlah pejabat tinggi negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah dirinya diduga mengalami kriminalisasi dalam penanganan perkara kesehatan yang berujung pada penetapan status tersangka. Rabu (17/12/2025)
Melalui kuasa hukumnya, Hangga Oktafandany, S.H., dr. Ratna mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dengan nomor perkara *844/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst*.
Tak tanggung-tanggung, daftar tergugat mencakup Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Kapolri, Kementerian Kesehatan RI, hingga sejumlah pejabat negara lainnya.
Sidang perdana lanjutan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025), dengan majelis hakim yang diketuai Saptono, S.H., M.H., didampingi Dr. Ida Satriani, S.H., M.H. sebagai hakim anggota I, serta Dwi Elyarahma Sulistiyowati, S.H. sebagai hakim anggota II.
Perkara ini langsung menyita perhatian publik karena menyentuh isu fundamental negara hukum, yakni batas kewenangan penegakan hukum, akuntabilitas penyelenggara negara, serta perlindungan profesi tenaga kesehatan.
Dalam agenda awal, majelis hakim melakukan pemeriksaan formil gugatan, termasuk menguji legal standing para pihak sebelum menentukan arah lanjutan persidangan.
Sidang yang semula dijadwalkan pukul 09.00 WIB sempat tertunda karena sebagian besar tergugat tidak hadir.
Persidangan baru dimulai sekitar pukul 12.00 WIB dengan kehadiran perwakilan Kementerian Kesehatan dan Komisi III DPR RI, sementara tergugat lainnya absen. Akibatnya, agenda pembacaan gugatan urung dilaksanakan.
Kuasa hukum penggugat, Hangga Oktafandany, menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bentuk perjuangan konstitusional untuk melindungi hak kliennya sebagai warga negara.
“Dr. Ratna berhak mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum. Ini dijamin oleh undang-undang,” ujar Hangga kepada awak media.
Ia menjelaskan, gugatan perdata ini berjalan paralel dengan proses pidana yang saat ini tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Pangkalpinang dan telah memasuki tahap replik dari Jaksa Penuntut Umum.
Lebih jauh, Hangga menilai perkara yang menjerat kliennya merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi tenaga kesehatan.
Menurutnya, terdapat kekeliruan mendasar dalam penanganan kasus tersebut.
“Intinya, kami meminta diluruskan kewenangan penyidikan pidana di bidang kesehatan. Sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, penyidikan seharusnya dilakukan oleh PPNS Kementerian Kesehatan, bukan oleh penyidik Polri,” tegasnya.
Hangga juga berharap gugatan ini mendapat perhatian langsung dari Presiden RI serta lembaga-lembaga negara terkait agar praktik serupa tidak kembali terulang.
Sementara itu, dr. Ratna Setia Asih berharap gugatan ini menjadi momentum evaluasi besar bagi sistem penegakan hukum di sektor kesehatan.
“Saya berharap kasus seperti ini tidak lagi menimpa dokter atau tenaga kesehatan lainnya,” ujar dr. Ratna usai persidangan.
Ia juga memohon doa dan dukungan dari masyarakat, rekan media, serta para tenaga kesehatan, khususnya di Bangka Belitung, agar proses hukum yang dijalaninya dapat berjalan dengan adil.
Kasus ini berawal dari meninggalnya seorang anak berinisial AR (10) di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang pada akhir 2024.
Orang tua korban, Yanto, melalui kuasa hukumnya, melayangkan somasi kepada pihak rumah sakit yang kemudian berlanjut ke pelaporan pidana di Polda Kepulauan Bangka Belitung.
Perkara tersebut kini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Sejumlah langkah hukum telah ditempuh oleh tim kuasa hukum dr. Ratna, mulai dari mendatangi Kementerian Kesehatan RI, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, hingga menggugat secara perdata Presiden RI dan lembaga-lembaga pemerintah terkait.
Gugatan ini sekaligus menjadi ujian serius bagi komitmen negara dalam melindungi tenaga kesehatan dari praktik kriminalisasi dalam menjalankan tugas profesinya. (KBO Babel)

