BABELWOW.COM, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan permohonan penyitaan uang sebesar Rp 479 miliar terkait kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Duta Palma Grup. Permohonan ini diajukan setelah perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Senin (21/4/2025)
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, permohonan ini diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
“Tentu uang tersebut menjadi bagian dalam perkara ini. (Permohonan) bisa diajukan penyitaan di persidangan sesuai Pasal 81 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU,” kata Harli saat dilansir dari Rakyat Merdeka, Minggu, 20 April 2025.
Pasal tersebut mengatur bahwa jika diperoleh bukti cukup mengenai harta kekayaan yang belum disita, hakim dapat memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan. Berdasarkan ketentuan tersebut, jaksa penuntut Kejagung mengajukan permohonan penyitaan tambahan aset Duta Palma Grup kepada majelis hakim.
Pada sidang yang digelar Selasa, 15 April 2025, jaksa menyampaikan permohonan secara tertulis kepada majelis hakim terkait dana yang terdapat pada dua rekening bank.
“Yang Mulia, ini kami sudah siapkan secara tertulis terhadap dana yang terdapat pada dua rekening. Satu, dana pada rekening bank atas nama PT DMP sejumlah Rp 60,5 miliar dan Rp 315,6 miliar. Serta dana di rekening bank atas nama PT TKP sebesar Rp 103 miliar,” ujar jaksa.
Total dana yang dimohonkan untuk disita mencapai Rp 479,1 miliar. Ketua majelis hakim, Toni Irfan, meminta jaksa menyerahkan surat permohonan sita tambahan beserta lampirannya.
“Nanti akan kami pertimbangkan tentang apa yang menjadi permohonan sita tambahannya,” ujar Toni.
Sementara itu, kuasa hukum Duta Palma Grup, Handika Honggowongso, meminta salinan permohonan tersebut.
“Supaya kami tahu bagian mana yang disita,” kata Handika.
Surya Darmadi Kembali Jadi Terdakwa
Dalam sidang ini, Surya Darmadi alias Apeng, pemilik manfaat (beneficial owner) Duta Palma Grup, kembali duduk di kursi terdakwa. Surya Darmadi adalah terpidana kasus korupsi alih fungsi hutan untuk perkebunan sawit Duta Palma Grup. Ia dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cibinong, Bogor, tempatnya menjalani hukuman.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi mewakili dua perusahaan, yaitu PT DP dan PT AP. Sementara itu, lima perusahaan lain diwakili oleh Tovariga Triaginta Ginting selaku Direktur. Kelima perusahaan tersebut adalah PT PS, PT SS, PT BBU, PT PAL, dan PT KAT.
Jaksa mendakwa lima perusahaan yang diwakili Tovariga bersama-sama dengan Surya Darmadi dan Raja Thamsir Rachman, Bupati Indragiri Hulu periode tersebut, telah melakukan korupsi dalam usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Provinsi Riau periode 2004-2022.
“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,79 triliun dan 7.885.857,36 dolar Amerika Serikat (AS),” ujar jaksa dalam surat dakwaan.
Selain itu, jaksa menyebutkan bahwa perbuatan tersebut juga merugikan perekonomian negara sebesar Rp 73,9 triliun. Angka ini dihitung berdasarkan analisis Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM).
Modus Operasi Korupsi
Awal mula kasus ini terjadi ketika Surya Darmadi menemui Bupati Raja Thamsir di Jakarta untuk mendapatkan izin usaha perkebunan sawit sekaligus membuka kawasan hutan bagi sejumlah perusahaan yang ia miliki di Kabupaten Indragiri Hulu. Meski kegiatan usaha kelapa sawit telah dilakukan lebih dahulu, Thamsir tetap memberikan izin tersebut.
Selain itu, dikeluarkan pula Surat Rekomendasi Teknis Ketersediaan Lahan dan Rekomendasi Teknis Kesesuaian Lahan Perkebunan Kelapa Sawit, meskipun izin pelepasan kawasan hutan tidak pernah diberikan.
“Selanjutnya tanpa izin pelepasan kawasan hutan, dikeluarkan rekomendasi teknis ketersediaan lahan dan rekomendasi teknis kesesuaian lahan, yang dikeluarkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indragiri Hulu,” jelas jaksa.
Akibat kegiatan usaha Duta Palma Grup, terjadi perubahan fisik lahan dari kawasan hutan menjadi perkebunan sawit. Pohon-pohon hutan asli pun hilang. Dari usaha tersebut, kelima perusahaan Duta Palma Grup meraup keuntungan sebesar Rp 2,2 triliun selama periode 2005-2020.
Kerugian negara tidak hanya berupa hilangnya pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Sewa Penggunaan Kawasan Hutan, tetapi juga kerusakan lingkungan yang terjadi akibat tidak dilakukannya pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup.
Keuntungan Besar untuk Perusahaan
Menurut jaksa, usaha perkebunan sawit Duta Palma Grup memperkaya perusahaan dengan nilai fantastis. Berikut adalah rincian keuntungan yang diperoleh:
- PT PS: Rp 1,4 triliun dan 3.288.924 dolar AS
- PT SS: Rp 733,9 miliar dan 116.553,36 dolar AS
- PT BBU: Rp 1,6 triliun dan 429.624 dolar AS
- PT PAL: Rp 877,7 miliar dan 1.582.200 dolar AS
- PT KAT: Rp 2,4 triliun dan 2.468.556 dolar AS
Dana tersebut kemudian dialirkan ke Duta Palma Grup sebagai holding perusahaan. Selanjutnya, uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan seperti pembagian dividen, pembayaran utang pemegang saham, penyetoran modal, hingga transfer dana ke perusahaan lain milik Surya Darmadi.
Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk membeli berbagai aset, termasuk tanah dan bangunan, apartemen, perkebunan, puluhan kapal, hingga helikopter. Sebagian aset tersebut diatasnamakan perusahaan, sementara sebagian lainnya diatasnamakan perseorangan atau pribadi.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena skala kerugian negara yang sangat besar serta dampaknya terhadap lingkungan. Hingga kini, proses persidangan masih berlangsung dengan fokus pada permohonan penyitaan tambahan aset untuk mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi ini. (Sumber: RM.id, Editor: KBO-Babel)