BABELWOW.COM, Pematangsiantar – Kinerja Kapolres Pematangsiantar yang baru, AKBP Sah Udur Togi Marito Sitinjak, mulai menuai sorotan tajam dari masyarakat sipil. Sabtu (19/4/2025)
Kali ini, kritik pedas datang dari Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) yang mempertanyakan keseriusan aparat dalam menindak dugaan peredaran narkoba di Tempat Hiburan Malam (THM) Studio 21.
Tempat hiburan yang berlokasi di Jalan Parapat, Kelurahan Tong Marimbun, Kecamatan Siantar Marimbun itu, disebut-sebut bukan sekadar lokasi karaoke atau penginapan biasa.
Justru, menurut laporan dan pengaduan masyarakat, Studio 21 diduga telah lama menjadi episentrum transaksi narkotika jenis pil ekstasi dan menjadi tempat berkumpulnya para pemakai dan pengedar.
“Sudah terlalu lama masyarakat bersuara, tapi tidak ada tindakan nyata. Kalau memang Kapolres yang baru serius menjalankan program Astacita Presiden Prabowo, harusnya tempat-tempat seperti Studio 21 langsung ditindak,” tegas Ketua DPP KOMPI B, Henderson Silalahi dalam keterangannya kepada awak media, Jumat (18/4/2025).
Henderson merujuk pada salah satu poin penting dalam Astacita atau Asta Cita—delapan program prioritas Presiden Prabowo Subianto—yang menekankan perang total terhadap narkoba.
Namun sayangnya, kata dia, semangat itu seolah tidak tersampaikan ke jajaran bawah, terutama Polres Pematangsiantar.
Lebih lanjut, Henderson mendesak agar Polres Pematangsiantar menggandeng Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK), TNI, dan Satpol PP untuk menggelar razia besar-besaran di Studio 21.
Ia juga meminta agar seluruh pengunjung dilakukan tes urine secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan narkotika secara masif dan terselubung.
“Kalau dibiarkan, ini mencoreng institusi Polri dan mempermalukan program pemberantasan narkoba Presiden. Kami minta Kapolres baru segera tunjukkan taringnya. Jangan hanya pencitraan,” ujarnya geram.
Henderson juga menyinggung kemungkinan adanya praktik pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum aparat dalam membekingi operasional Studio 21.
Ia menyebutkan bahwa tempat tersebut seperti “kebal hukum” dan tak pernah tersentuh meski kerap masuk dalam aduan masyarakat.
Kecurigaan semakin diperkuat dengan munculnya seorang oknum berinisial CP yang diduga menjadi “pengatur stabil” atau pengelola uang tutup mulut agar Studio 21 tetap beroperasi.
CP juga dituding menyebar ancaman melalui media sosial dan meneror wartawan yang aktif menulis pemberitaan soal dugaan praktik ilegal di Studio 21.
“Ini tindakan pengecut. Wartawan menjalankan tugas jurnalistik, malah diteror. Harusnya ini jadi alarm keras bagi aparat. Apa lagi yang ditunggu?” katanya lantang.
Henderson menyarankan agar aparat menempatkan personel secara tetap di lokasi untuk mengawasi pergerakan dan memastikan tidak ada lagi aktivitas transaksi gelap.
Ia menilai, pengawasan ketat menjadi satu-satunya cara untuk menutup ruang gerak para bandar dan pemakai narkoba yang memanfaatkan THM sebagai tempat bersembunyi.
“Siapa pun yang datang ke Studio 21, mustahil cuma minum teh manis. Paling tidak, mereka konsumsi miras yang juga perlu dicek legalitasnya. Dan kalau bicara ekstasi, semua orang di kota ini tahu, itu sudah rahasia umum di sana,” ujarnya tajam.
Di tengah gencarnya pemerintah pusat menggagas perang melawan narkoba, kelambanan aparat daerah dalam merespons isu-isu seperti ini justru menimbulkan tanda tanya besar.
Masyarakat pun berharap Kapolres baru bukan hanya menjadi simbol perubahan, melainkan penegak hukum yang berani membersihkan kotanya dari cengkeraman narkotika.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Kapolres Pematangsiantar maupun pihak terkait mengenai respons atas desakan DPP KOMPI B. Masyarakat kini menunggu: apakah hukum akan bertindak, atau justru kembali membisu? (*)
(Zulfandy Pematangsiantar/KBO Babel)