AJI, IJTI, dan PFI Sepakat Tolak Program Rumah Subsidi bagi Jurnalis

Jurnalistik Pemerintah
Advertisements
Advertisements

BABELWOW.COM, Jakarta – Tiga organisasi jurnalis, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), secara tegas menolak program rumah subsidi khusus wartawan yang direncanakan pemerintah. Mereka khawatir program ini dapat memengaruhi independensi jurnalis dan menciptakan kesan tidak kritis terhadap pemerintah. Kamis (17/4/2025)

Program rumah subsidi ini direncanakan oleh pemerintah melalui kerja sama Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dalam program tersebut, pemerintah berencana menyalurkan 1.000 unit rumah subsidi layak huni untuk jurnalis mulai 6 Mei 2025. Skema yang digunakan adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang sebenarnya dapat diakses oleh seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan.

Namun, ketiga organisasi jurnalis menyatakan bahwa program ini tidak tepat sasaran. Ketua Umum PFI, Reno Esnir, menegaskan bahwa subsidi rumah seharusnya tidak berdasarkan profesi tertentu, melainkan kebutuhan masyarakat secara umum.

“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya,” kata Reno Esnir dalam siaran pers yang dimuat di situs resmi AJI, sebagaimana dikutip Kompas.com, Rabu (16/4/2025).

Ketua Umum AJI, Nany Afrida, juga menyatakan keprihatinannya atas program ini. Menurutnya, program rumah subsidi khusus wartawan berpotensi menciptakan persepsi negatif di masyarakat tentang independensi jurnalis.

“Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank,” ujar Nany Afrida.

Fokus pada Kelayakan Upah dan Kredit Terjangkau

Organisasi jurnalis tersebut juga menyoroti pentingnya pemerintah memastikan kelayakan upah bagi jurnalis. Mereka menilai bahwa kesejahteraan jurnalis lebih relevan untuk diperhatikan melalui mekanisme pengupahan yang sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

“Termasuk memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media, dan menghormati kerja-kerja jurnalis,” tambah Nany Afrida.

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, yang menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada pengadaan rumah yang terjangkau bagi semua warga negara tanpa membedakan profesinya.

“Pemerintah mesti fokus bagaimana persyaratan kredit rumah terjangkau semua lapisan masyarakat,” ujar Herik Kurniawan.

Ia juga menyampaikan terima kasih atas perhatian pemerintah terhadap profesi jurnalis. Namun, Herik menilai bantuan lebih diperlukan dalam bentuk regulasi yang dapat membangun ekosistem media yang sehat.

“IJTI mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas perhatian kepada jurnalis, tapi berharap pemerintah bisa membantu pers dengan berbagai regulasi yang bisa membangun ekosistem media dengan baik,” ucapnya.

Kritik terhadap Keterlibatan Dewan Pers

Selain menolak program ini, IJTI juga menyarankan agar Dewan Pers tidak terlibat dalam pelaksanaannya. Menurut Herik Kurniawan, mandat Dewan Pers adalah untuk mengawasi kegiatan jurnalistik, bukan mengurus perumahan bagi jurnalis.

“Tidak perlu ada campur tangan Dewan Pers. Karena bukan mandat Dewan Pers untuk mengurusi perumahan,” tegas Herik Kurniawan.

Ketiga organisasi jurnalis tersebut sepakat bahwa program ini lebih baik dihentikan demi menjaga independensi profesi jurnalis dan menghindari kesan istimewa bagi satu profesi dibandingkan profesi lain.

FLPP: Solusi bagi Semua, Bukan Hanya Jurnalis

Skema FLPP yang digunakan dalam program ini sebenarnya dirancang untuk semua warga negara yang memenuhi persyaratan, seperti belum memiliki rumah dan memiliki penghasilan maksimal Rp7 juta untuk individu lajang atau Rp8 juta bagi yang sudah berkeluarga. Bunga yang ditawarkan adalah 5% tetap dengan uang muka 1% dari harga rumah.

Namun, AJI, IJTI, dan PFI menilai bahwa program ini tidak perlu memberikan jalur khusus untuk profesi tertentu, termasuk jurnalis. Mereka menekankan pentingnya akses yang adil bagi seluruh masyarakat tanpa memandang profesi.

“Jurnalis sebagai warga negara memang membutuhkan rumah. Namun tidak hanya jurnalis, melainkan semua warga negara apapun profesinya membutuhkan rumah. Karena itu persyaratan kredit rumah harus berlaku untuk semua warga negara tanpa harus membedakan profesinya,” ungkap Reno Esnir.

Pemerintah Diminta Fokus pada Target Rumah Nasional

Ketiga organisasi tersebut juga mendesak pemerintah untuk fokus pada pencapaian target pembangunan tiga juta rumah yang terjangkau bagi masyarakat luas. Mereka menilai bahwa perhatian pemerintah seharusnya diarahkan pada pengadaan rumah yang dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu.

Sebagai penutup, ketiga organisasi jurnalis ini berharap pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan jurnalis melalui pengawasan terhadap perusahaan media agar mematuhi aturan ketenagakerjaan. Hal ini diyakini dapat membantu jurnalis memperoleh akses kredit rumah bersubsidi secara normal tanpa harus melalui program khusus.

“Jika jurnalis sejahtera maka kredit rumah dapat mereka akses,” pungkas Nany Afrida. (Sumber: Kompas, Editor: KBO-Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *